AVIDENCE BASED DALAM KELUARGA BERENCANA TERBARU



AVIDENCE BASED DALAM KELUARGA BERENCANA TERBARU

 
 








Disusun Oleh 
AULIA OKVITARIMA
17340002P







                                                           
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2017

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


                                        Bandar Lampung, Oktober 2017


        Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang

Pada awalnya, kontrasepsi sering kali dianggap sebagai cara untuk menjarangkan kehamilan atau mengurangi jumlah penduduk. Seiring dengan perkembangan, masalah kontrasepsi tersebut, kini menjadi bagian dari masalah kesehatan reproduksi. Keberadaan metode dan alat-alat kontrasepsi terkini, memaksa para penyelenggara pelayanan Keluarga Berencana untuk memperbaharui pengetahuannya. Masalah-masalah kontrasepsi telah memasuki tahapan yang jauh lebih rumit, yaitu menyangkut masalah kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
Teknologi kontrasepsi berkembang sangat pesat dalam waktu tiga dasawarsa terakhir ini. Standarisasi pelayanan kontrasepsi secara nasional dan oleh Badan Internasional (misal: WHO) telah diterbitkan secara berkala. Sayangnya,perkembangan tersebut tidak selalu diikuti dengan cermat oleh para petugas kesehatan dan keluarga berencana di Indonesia.
Berbagai kontroversi timbul dalam perkembangan teknologi kontrasepsi selama ini, khususnya mengenai dampak negatif penggunaan kontrasepsi bagi wanita dalam jangka panjang. Banyak berbagai pertanyaan yang diajukan tentang berbagai risiko negatif penggunaan kontrasepsi, tetapi sangat sedikit penyampaian informasi tentang dampak positif kontrasepsi kepada kesehatan reproduksi wanita. Padahal, kontrasepsi tidak hanya memiliki dampak negatif, tetapi memiliki dampak positif seperti mencagah jenis kanker tertentu dan anemia yang seringkali dijumpai pada wanita di Indonesia.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya memerlukan penyegaran pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi kontrasepsi maupun perkembangan ilmu terbaru untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KB bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pemberi pelayanan KB adalah para bidan. Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya bidan. Bidan merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal senada tercantum dalam Kepmenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010 yang menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Para anggota IBI diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standarisasi pelayanan KB telah ada dalam kebijakan Depkes RI yang meliputi keahlian, kompetensi, peralatan, sarana, prasarana, dan manajemen klinik. Oleh karenanya, melalui pelatihan ini diharapkan kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat sesuai dengan standar sehingga dapat memuaskan klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat meningkatkan jumlah akseptor KB.

B.            Tujuan

1.        Untuk mengetahui lebih jelas teknologi kontrasepsi terkini
2.        Untuk mengetahui implikasi teknologi kontrasepsi terkini terhadap pelayanan kebidanan

C.           Manfaat Makalah

1.        Sebagai bahan pembantu materi yang akan dipelajari pada mata kuliah keluarga berencana
2.        Sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dalam memahami implikasi teknologi kontrasepsi terkini terhadap pelayanan kebidanan





BAB II
PEMBAHASAN


A.           Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi asal kata dari ‘kontra’ yang berarti mencegah/ menghalangi dan ‘konsepsi’ yang berarti pembuahan/pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi diartikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi.
Menurut Kamus BKKBN (2011) Kontrasepsi adalah Obat atau alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD, Kondom).
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Dapat dipercaya; 2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan; 3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan; 4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus; 5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus; 6. Mudah pelaksanaanya; 7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 8. Dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan.


B.            Metode Kontrasepsi Terkini

Saat ini, lebih dari 100 juta perempuan di Afrika Tengah, Selatan, sub-Sahara dan Asia Tenggara memiliki kebutuhan keluarga berencana yang belum terpenuhi karena faktor yang terkait metode. Alasan utama adalah kekhawatiran perempuan terhadap efek samping alat kontrasepsi saat ini. Selain itu, mereka ingin tambahan pilihan metode yang dapat digunakan sesuai kebutuhan. Perempuan lainnya memiliki suami yang menentang penggunaan keluarga berencana dan mereka ingin metode yang dapat digunakan secara terselubung. Tantangan struktural juga menciptakan rintangan. Metode long-acting (jangka panjang) membutuhkan infrastruktur klinis untuk penyisipan dan penghapusan kontrasepsi, dan metode short-acting memerlukan kunjungan berkelanjutan ke penyedia layanan untuk pengambilan berkala. Bagaimana kita dapat mengisi kesenjangan dan memperluas pilihan bagi para perempuan itu?
Kontrasepsi suntik adalah salah satu metode yang paling populer di seluruh dunia, namun tingkat penghentian dapat setinggi 50 persen pada tahun pertama, seringkali karena perempuan melewatkan tindak lanjut. Sebuah metode suntik dengan interval yang lebih panjang antar injeksi ulang akan lebih memudahkan wanita dan penyedia, dan kemungkinan lebih berjangka panjang dibandingkan dengan pilihan injeksi saat ini. Kemungkinan lain adalah implan biodegradable yang tidak memerlukan tindakan pengambilan, yang mungkin sulit untuk diakses dalam sumber daya yang terbatas, atau sistem implan reservoir yang dapat dihentikan dan diteruskan oleh seorang wanita tanpa pernah harus dihapus.
Selain itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan metode mudah yang memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dan infeksi/ penyakit menular seksual, termasuk HIV. Pendekatan non-steroid akan mengatasi kebutuhan perempuan yang ingin menghindari efek samping dari metode hormonal umum, sementara pendekatan non operasi untuk sterilisasi bisa lebih aman bagi perempuan yang tidak ingin anak lagi.
Keterjangkauan adalah masalah penting. Teknologi yang paling inovatif sering terlalu mahal bagi perempuan di negara-negara termiskin. Hal ini terutama berlaku untuk beberapa metode long-acting. Meskipun tersedia untuk lebih dari 25 tahun, penggunaan implan masih terbatas di negara berkembang hingga saat ini, sebagian besar karena biaya. Meningkatnya ketersediaan implan yang lebih terjangkau berpotensi untuk meningkatkan akses dan membantu menurunkan harga implan secara keseluruhan. Sistem hormone-releasing intrauterine system (dikenal sebagai Mirena) yang telah sangat populer di pasar Amerika dan Eropa hanya tersedia pada skala yang sangat kecil di negara berkembang, karena harga tinggi.
Selama empat dasawarsa terakhir ini, teknologi kontrasepsi telah berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut diarahkan agar teknologi kontrasepsi dapat mengatasi masalah pertumbuhan penduduk secara maksimal. Dengan kata lain, aspek kegagalan penggunaan kontrasepsi (terjadinya kehamilan) adalah satu-satunya pertimbangan utama dalam pengembangan alat dan obat kontrasepsi (Coffee dan Salak, 1998). Kedepan perkembangan teknologi kontrasepsi perlu mempertimbangkan hak-hak reproduksi dan aspek kesetaraan gender, sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam perkembangan teknologi kontrasepsi antara metode pria dan wanita. Saat ini kontrasepsi perempuan telah berkembang secara pesat dengan berbagai alternatif dan angka kegagalan yang sangat rendah (Kammen, Oudshoorn, 2004). Sebaliknya, kontrasepsi pria masih terbatas jenisnya, karena tidak dikaitkan dengan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi seseorang dan aspek kesetaraan gender. Masalah inilah yang menjadi landasan mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi perlu lebih mengarah pada teknologi kontrasepsi pria (Keder, 2002).
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan. Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang disadari bahwa aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan terjadi ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan. Sampai hari ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih didominasi bagi perempuan. Sementara itu, pemahaman perilaku terhadap pengaturan kelahiran juga masih didominasi bagi perempuan dan kurang dapat mampu menjelaskan perilaku pria. Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari bidang kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi perempuan dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004). Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen). Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada wanita. Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan wanita umumnya hanya untuk menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya.
Tantangan umum perkembangan obat kontrasepsi pria terutama dalam hal:
1.        Menekan jumlah sperma yang dikeluarkan.
2.        Variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan azoospermia.
3.        Meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan.
Selain metode hormonal kontrasepsi pria, berbagai penelitian kontrasepsi pria telah difokuskan pada metode immunocontraception (Suri, 2005). Metode ini pada prinsipnya juga didasarkan pada metode hormonal dan telah dikembangkan sampai tahapan uji klinik pada manusia. Disamping itu dilakukan pula penelitian dengan metode SMA (Styrene maleic anhydride) yaitu metode non bedah yang menggunakan pendekatan metode non hormonal untuk kontrasepsi pria. Cara kerjanya melalui perusakan membran sperma, mengurangi fungsi sperma, dan menghambat fertilisasi. Dari review berbagai penelitian juga dapat disimpulkan bahwa beberapa obat kontrasepsi non-hormonal pernah digunakan, namun belum aman (Lopez et al, 2005).
Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangkan sampai saat ini masih belum dapat diedarkan di pasaran sebagai mana alat kontrasepsi pada perempuan. Masih diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan untuk kepentingan program keluarga berenacana. Untuk itu perlu pemahaman lebih lanjut agar perkembangan metode kontrasepsi pria dapat dipahami oleh semua pihak.
Penemuan terkini Alat Kontrasepsi perkembangan teknologi memang terus berkembang dan tidak terkecuali dengan alat kontrasepsi. beberapa alat kontrasepsi diantaranya :

1.        Metode Sederhana

a.         Metode tanpa alat
1)        KBA
2)        Metode kalender
a)          Mekanisme kerja
Metode kalender menggunakan prinsip berkala yaitu  tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri. Untuk menentukan  masa subur istri digunakan tiga patokan, yaitu :
1.         Ovulasi terjadi 14 hari sebelum  haid yang akan datang                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
2.         Sperma dapat  hidup dan  membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
3.         Ovum dapat hidup 24 jam  setelah ovulasi
Nampaknya  cara ini  mudah dilaksanakan , tetapi dalam  praktiknya sukar untuk menetukan saat ovulasi dengan tepat, karena hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur, dan juga dapat terjadi variasi terutama pascapersalinan dan  pada tahun-tahun menjelang menopause.      
b)          Cara menentukan  masa aman
Pertama dicatat  lama siklus haid selama tiga bulan  terakhir, tentukan lama  siklus haid terpendek dan  terpanjang. Kemudian sikus haid terpendek dikurangi 18 hari, dan  siklus haid  terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang diperoleh merupakan  rentang masa subur. Dalam jangka waktu  subur tersebut pasangan suami istri  harus pantang melakukan hubungan  seksual, sedangkan diluar waktu tersebut merupakan  masa aman.



3)        Metode pantang berkala
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam  metode KB pantang berkala dapat diambil suatu rangkuman sebagai berikut :
a)          Prinsipnya adalah  tidak melakukan hubungan seksual pada  masa subur. Patokan  masa subur adalah sebagai berikut :
1.         Ovulasi terjadi 14 hari sebelum  haid yang akan datang
2.         Sperma dapat  hidup dan  membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
3.         Ovum dapat hidup selama 24 jam setelah ovulasi
b)          Enam  langkah  menentukan  masa aman dalam pantang berkala
1.         Tentukan  siklus haid terpendek
2.         Tentukan  siklus haid terpanjang
3.         Siklus haid terpendek dikurangi 18
4.         Siklus haid terpanjang dikurangi 11
5.         Tentukan masa ovulasi
6.         Tentukan  masa aman
Contoh : haid terakhir tanggal 9 maret 2011, maka perhitungan pantang berkala berdasarkan enam  langkah tersebut adalah sebagai berikut :
·           Siklus terpendek = 29
·           Siklus terpanjang = 36
·           29-18 = 11
·           36-11 = 25
Masa ovulasi mulai dari hari ke 16 sampai dengan hari ke 25 siklus haid, yaitu 19 maret sampai dengan 2 april 2011. Masa aman  mulai hari pertama sampai ke-9 siklus haid dan hari ke 26 sampai  9 hari setelahnya yaitu  mulai 9-17 maret dan 3-16 april 2011.
4)        Metode Suhu Basal
Cara lain untuk menentukan  masa aman  ialah dengan suhu basal tubuh. Menjelang ovulasi suhu basal tubuh akan turun  dan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai lebih tinggi dari pada suhu sebelum ovulasi. Fenomena  ini dapat digunakan  untuk menentukan waktu ovulasi. Suhu basal dicatat dengan teliti setiap hari. Suhu basal diukur waktu pagi segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas.
Penggunaan suhu basal dan  penentuan masa aman akan meningkatkan daya guna pantang berkala. Namun suhu basal tubuh dapat pula meningkat pada beberapa kondisi seperti infeksi, ketegangan dan waktu tidur yang tidak teratur. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak melakukan hubunganseksual sampai terlihat suhu tetap tinggi tiga hari (pada waktu pagi) berturut-turut. Panjang siklus haid yang teratur adalah 28-30 hari. Dengan mengenal tanda-tanda premenstruasi maka saat ovulasi dapat diperkirakan.
a)          Efek samping
Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan frustasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian kondom atau tablet vagina saat berhubungan.
b)          Daya guna
Gana guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna pemakaian ialah 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola cara rintangan, misalnya kondom atau spermisida disamping pantang berkala.

5)        Metode lendir serviks
Metode ovulasi dikembangkan pada tahun 1950-an oleh dua orang dokter warga Negara Australia yaitu DRS. Evelyn dan  John Billing. Validasi metode ini dilakukan dengan  menghubungkan pengawasan terhadapa perubahan lender servik wanita yang dapat dideteksi di vulva dan peningkatan jumlah estrogen pada fase folikuler siklus menstruasi.
Pola yang diidentifikasi menunjukkan bahwa seorang wanita dapat memperkirakan masa ovulasi dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan perubahan basal tubuh. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi merupakan pengaruh estrogen.  Pola yang tidak subur dapat dideteksi baik pada fase pra ovulasi maupun pasca ovulasisiklus menstruasi. Pada seorang wanita merupakan sensasi pada vulva dan keberadaan lender sepanjang hari ketika ia melakukan aktivitas hariannya, catat hasil pengamatannya sebelum hari berakhir. Selama pencatatan siklus yang pertama tidak boleh melakukan hubungan seksual agar familiar terhadap sensasi dan adanya lender. Kemudian ia harus belajar membedakan lender servik dengan cairan semen, pelumas seksual yang normal dan rabas vagina.   Wanita tidak boleh  melakukan penyemprotan untuk membersihkan vagina karena tindakan ini dapat menghilangkan cairan vagina. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi adalah sebagai berikut :
a)          Pada bagan terdapat beberapa hari setelah  menstruasi dimana wanita memiliki pola kering pada vulva yang tidak berubah.
b)          Selanjutnya fase  praovulasi
c)          Hari-hari tidak subur pasca ovulasi dimulai pada hari keempat setelah masa puncak dan berlanjut sampai menstruasi.
Pasangan yang ingin menghindari kehamilan harus mengikuti beberapa aturan sebagai berikut :
a)          Peraturan hari awal
1.         Hubungan seksual harus dihindari selama hari-hari perdarahan menstruasi yang berat. Lender serviks dapat tidak terdeteksi karena ada perdarahan menstruasi
2.         Hubungan seksual diperbolehkan setiap 2 malam selama hasil pengamatan menunjukkan BIP. Sehari setelah melakukan hubungan seksual dipertimbnagkan sebagai hari subur karena ada cairan semen yang dapat menghalangi pengamatan terhadap lendir.
3.         Apabila terlihat perubahan dari BIP, maka pasangan tidak boleh melakukan hubungan pada hari tersebut dan hari-hari berikutnya selama masih terjadi perubahan dan tiga hari kemudian ketika BIP kembali
4.         Biasanya perubahan dari BIP mengidentifikasikan dimulainya fase subur, semua perubahan ini berlanjut hingga hari puncak.
b)          Peraturan pada hari puncak yaitu hindari hubungan seksual sampai hari keempat setelah hari puncak diidentifikasi.


6)        MAL
MAL merupakan metode kontrasepsi alamiah yang mengandalkan pemberian ASI pada bayinya. Akan tetap mempunyai efek kontrasepstif apabila menyusukan secara penuh (eksklusif), belum haid dan usia bayi kurang dari 6 bulan. Mal berfungsi efektif hingga 6 bulan, dan bila tetap belum ingin hamil, kombinasikan dengan metode kontrasepsi lain setelah bayi berusia 6 bulan.
Konseling yang dilakukan kepada klien harus jelas dan informatif, sehingga pencegahan kehamilan dapat terjadi, seperti : memberikan ASI (secara penuh) dari kedua payudara sesuai kebutuhan (sekitar  6-10 kali per hari), memberikan ASI paling sedikit satu kali pada malam hari (tidak boleh lebih dari 4-6 jam diantara 2 pemberian), tidak menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan/cairan lain, jika frekuensi menyusukan kurang dari 6-10 kali @ 60 ml per hari atau atau bayi tidur semalaman tanpa menyusu (mendapat ASI), maka MLA kurang dapat diandalkan untuk metode kontrasepsi, serta menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan atau suplemen lainnya maka daya hisap bayi akan berkurang sehingga mengurangi efektifitas mekanisme kerja kontraseptif MLA
Mekanisme kerja pada MAL adalah  dengan adanya sekresi GnRH yang tidak teratur akan menganggu pelepasan hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (leutinizing hormone) untuk menghasilkan sel telur dan menyiapkan endometrium, penghisapan ASI yang intensif secara berulangkali akan menekan sekresi hormon GnRH (gonadotrophin releasing hormone) yang mengatur kesuburan, sehingga rendahnya kadar hormon FSH dan LH menekan perkembangan folikel di ovarium dan menekan ovulasi.

b.         Perkembangan Metode dengan alat
1)        Mekanis
a)          Kondom 'spray-on'
Seorang penemu di Jerman telah membuat kondom dengan sistem semprot. Dengan kondom ini, dijamin tak akan ada lagi yang bingung mencari kondom yang sesuai sebab kondom akan menyesuaikan ukuran dengan sendirinya. Menurut sang penemu, Jan Vinzenz Krause, direktur Institute for Condom Consultancy Jika pergi ke toko obat untuk membeli kondom, yang kebanyakan dijual adalah yang pas untuk pria dengan panjang penis rata-rata 14,5 cm. Tetapi banyak orang yang memiliki penis lebih kecil atau lebih besar dari ukuran itu. Maka Krause menciptakan kondom yang disebut kondom 'spray-on' dengan sistem pompa yang menyemprotkan lateks cair ke alat kelamin dalam hitungan detik. Krause telah mengajukan hak paten untuk sistem penyemprotan lateks yang ia ciptakan. Ia mengaku sudah memiliki prototipe yang sukses dan penemuannya ini dalam percobaan dapat menyesuaikan ukuran dengan ukuran yang paling besar sekalipun.
Untuk menggunakan kondom semprot ini, pria memasukkan penisnya ke dalam tabung dan menekan tombol untuk menyemprotkan lateks cair dari cartridge yang bisa dilepas. Karet lateks akan mengering dalam hitungan detik. Setelah selesai digunakan, kondom ini bisa dilepas seperti kondom biasa. Waktu yang dibutuhkan agar lateks dapat mengering adalah sekitar 20 - 25 detik. Tapi Krause sedang mengupayakan agar waktunya bisa dipercepat lagi menjadi 10 detik.
Dalam survei yang lakukan, ditemukan ada 2 tanggapan yang berbeda dari para pria. Beberapa pria mengatakan itu ide yang hebat dan akan sangat membantu karena sulit menemukan kondom yang pas. Sedangkan lainnya mengatakan tidak bisa membayangkan cara penggunaannya. Masalahnya adalah karena memakai kondom dianggap mengganggu hubungan seks. Kondom spray-on ini dijual dengan harga yang lebih mahal daripada kondom konvensional.

b)          Kondom Spray
Sebuah perusahaan Cina bernama Blue Cross Bio-Medical menawarkan suatu spray kondom (foam condom) yang dibuat dari silver “nanotech” partikel. Alat kontrasepsi terbaru dengan spray condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan bagi laki-laki tetapi digunakan oleh pihak wanita.
Penggunaannya busa spray tersebut disemprotkan ke vagina, setelah itu busa spray akan membentuk semacam selaput dan mencegah konsepsi serta melindungi terhadap infeksi. Semprotan spray menggunakan polyvinyl alcohol resin sebagai bahan dasarnya, yang sudah terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel, sehingga memberikan spermicide dan antiseptik pelumas yang dapat membantu mencegah penyakit menular seksual (PMS).

c)          Pemanasan
Telah lama diketahui bahwa kenaikan suhu yang sebentar pada bagian testis dapat menekan pembentukan sperma (spermatogenesis), sementara kenaikan suhu yang lebih lama dapat mempengaruhi patologi testis dan terjadinya cryptorchidism, varicocele serta ketidaksuburan sementara.
Penelitian klinis yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari alat pembungkus bagian scrotal untuk digunakan sebagai metode kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan penurunan yang reversible terhadap jumlah sperma tetapi masih kurang kuat untuk dijadkan metode kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih terdapat hal yang meragukan termasuk masalah keamanan dari metode ini, maka penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan.
1.         Suspensory
Alat ini dirancang untuk menjaga testis pada tempatnya, meningkatkan temperaturnya yang berdampak pada berkurangnya produksi sperma. Alat yang berbentuk seperti celana dalam pria ini, harus digunakan setiap hari agar efektif.

2.         External Heat
Sumber panas dari luar ini mirip dengan suspensory yaitu meningkatkan temperatur disekitar alat vital untuk mengurangi produksi sperma. Karena tergantung dengan temperatur tubuh, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan menggunakan suspensory. Sauna, alat penghangat dan beberapa peralatan bisa digunakan untuk membuat temperatur tubuh meningkat dan produksi sperma berkurang.


2)        Kimiawi
Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan kondom dan lainnya, saat ini bahan kimiawi banyak diproduksi bersamaan langsung dengan alat kontrasepsi mekanik, sehingga menimbulkan efek yang lebih baik untuk mencegah kehamilan.

2.        Metode Modern

a.         Kontrasepsi hormonal
1)        Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akan menjadi alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metode keluarga berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil Kb hanya monopoli kaum wanita. Namun dengan penemuan yang terbaru ini, lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir penemuan ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah.
Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia memang masih rendah. Selain kondom, vasektomi (memotong saluran benih untuk menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari jenis kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria. Untuk mencari alternatif kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti kontrasepsi pria yang lebih efektif, yakni suntikan testoteron. Berdasarkan uji coba terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.
Para responden yang memiliki pasangan usia subur tersebut disuntik dengan 500 miligram formula testoteron setiap bulan selama 30 bulan. Hasil penelitian menunjukkan angka kegagalan (terjadinya kehamilan) hanya 1,1 per 100 pria dalam kurun waktu 24 bulan. Para peneliti juga melaporkan tidak ditemukannya efek samping dalam penggunaan suntikan ini. Selain itu, setelah penghentian suntikan, kemampuan memproduksi sperma pada laki-laki  tersebut kembali normal.

2)        Desogestrel
Selain itu para peneliti di Manchester telah mengkombinasikan pemberian desogestrel (digunakan pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan sebagai kontrasepsi pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan menghentikan produksi testosterone di testis sehingga produksi sperma juga terhenti, sedangkan koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone yang diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar). Akan tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria sampi saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, walaupun tidak mustahil suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal untuk pria yang se-efektif dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal untuk wanita.

3)        Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron ester (testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika Serikat tahun 1970. Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200 mg intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis. Pada relawan laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu terjadinya azoospermia pada 40-50 persen peserta, sedangkan oligozoospermia berat terjadi pada 35- 45 persen. Antara tahun 1985 dan 1995, WHO mendanai dua penelitian multi-senter antar negara tentang penggunaan adrogen tersebut. Hasilnya apabila telah terjadi azoospermia dan atau oligozoospermia berat karena rangsangan androgen dari luar tersebut maka pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada penelitian kedua, dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi testosteron enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria. Pada enam bulan pertama, sementara menunggu proses terjadinya azoospermia atau oligozoospermia berat maka pasangannya menggunakan kontrasepsi jenis lain.
Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral tulang, dan menurunkan lemak tubuh. Tergantung dasar penilaian yang dipakai, bagi beberapa laki-laki dari negara sedang berkembang hal tersebut dapat dilihat memberikan benefit yang positif. Kadar testosteron darah yang melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat meningkatkan kejadian jerawat dan berat badan.

4)        Androgen dan Kombinasi dengan Progestin
Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin, misalnya progestin, akan dapat mengurangi kadar androgen yang diperlukan untuk kontrasepsi pria karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik. Beberapa jenis progestin dan testosteron pernah diteliti sebelumnya. Penilitian beberapa waktu membandingkan pengaruh injeksi testosteron enthantate 100 mg/ minggu dengan testosteron yang dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per oral dengan dosis 250 µg per hari. Hasilnya menunjukkan kombinasi antara androgen dengan progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan androgen tanpa progestin hanya 61 persen. Proses menjadi azoospermia atau oligozoospermia dapat dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu untuk kombinasi androgen dengan progestin dan14,4 minggu untuk androgen tanpa kombinasi. Penelitian berikutnya dapat membuktikan bahwa dosis levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg per hari tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi menurunnya berat badan dan supresi serum HDL dengan penambahan progestin per oral. Testosterom enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi depotmedroksi progesterone acetat (DMPA), desogestrel oral, dan cyproterone acetate (progestin dengan antiandrogenik). Pada semua penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat efek androgen. Testosteron undecanoate telah diteliti bersama-sama pill levonogestrel (250 µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200 mg/6 bulan secara i.m.). Kombinasi antara testosteron undecanoate dengan norethisterone enanthate sangat efektif dalam menekan spermatogenesis menjadi azoospermia, sedangkan kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi semakin lemah. Demikian juga kombinasi antara testosteron pelet (800 mg) bersama-sama dengan DMPA (300 mg injeksi) sangat efektif sehingga terjadi azoospermia. Tidak seperti halnya injeksi, testosteron tempel (patch) kombinasi dengan levenorgestrel secara oral atau implan memiliki pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia, hanya berkisar 25-30 persen. Penelitian lain sedang atau baru saja diselesaikan antara lain: 1) kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi norethisterone, injeksi DMPA, atau etonogestrel impan, 2) testosteron peelt dengan DMPA injeksi, levonorgesterel, atau etonogestrel impan, 3) 7-α metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan levonorgestrel impant, dan 4) testosteron decanoate injeksi dengan etnogestrel oral atau implan. Cyproterone acetate (CPA) adalah progestin dalam bentuk oral yang sangat kuat sekali. Apabila CPA diberikan secara tersendiri, maka terjadi penurunan kadar serum testosteron dan hipogonadism. CPA dikombinasi dengan testosteron enanthate (100 mg/minggu atau 250 mg/ 2 atau 3 minggu sekali), pengobatan menghasilkan azoospermia atau hampir mendekati azoospermia disemua subjek pria yang dikaji. Pada subyek tersebut tidak didapatkan perubahan serum lipid. Dosis tinggi CPA (50 mg atau lebih) menurunkan hematokrit darah, meskipun testosteron diberikan pada dosis fisiologis. Penurunan dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan menghilangkan gejala tersebut. CPA sekarang tidak dicoba lagi sebagai obat kontrasepsi pria. Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik adalah dienogest. Penelitian mulai dilakukan pada obat baru ini dan hasilnya belum dipublikasikan.
Androgen Selektif dan Modulator Progestin Reseptor (SPRM)
Modulator steroid reseptor tertentu bertugas merancang molekul yang bekerjanya dapat bersifat agonistik pada steroid pada jaringan target tertentu, atau bekerja antagonistik pada steroid yang sama tetapi ditempat yang berbeda. Contoh untuk ini ialah modulator estrogen reseptor tertentu (selective oestrogen receptor modulators atau disingkat SERMS), misalnya tamoxifen dan raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang tetapi antagonis di payudara. Tamoxifen bekerja agonis di uterus, raloxifen tidak. MENT adalah modulator selektif androgen reseptor yang bekerja agonis pada glandula pituitaria dan otot tetapi kurang poten untuk merangsang pertumbuhan prostat dan testosteron. Pada penelitian klinis, MENT terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada laki-laki yang mengalami defisiensi androgen. Atas dasar beberapa penelitian ini pabrik farmasi mulai mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari, tetapi memiliki efek agonistik sebagai androgen ke hipotalamus, otot, sumsum tulang dan efek antagonis yang netral terhadap kelenjar prostat. Demikian juga SPRM sedang dikembangkan untuk berpengaruh supresif terhadap gonadotropin yang mengendalikan progesteron tetapi memiliki efek minimal pada metabolisme lipid dan karbohidrat. Secara teoritis, hybrid antara SARM dan SPRM dapat diproduksi dan dipakai untuk kontrasepsi hormonal bagi pria.

5)        Androgen dan GnRH Antagonis
GnRH agonis pada perempuan sangat kuat potensinya untuk tidak menimbulan ovulasi. GnRH agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH agonis, jika diberikan dengan dosis yang tinggi, atau infuse bersama-sama androgen pada laki-laki maka akan terjadi supresi pengeluaran hormon LH
dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum berhasil menekan sampai kondisi azospermia dan oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH antagonis (diberikan secara injeksi subkutan secara harian) dan dikombinasikan dengan androgen akan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Namun demikian obat ini dapat menimbulkan gatal-gatal dikulit, karena reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar tubuh.

6)        Androgen dan Kombinasi dengan Estrogen
Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan bahwa kombinasi estradiol implant dengan testosteron implan menghasilkan supresi dari spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap. Estrogen kemungkinan memiliki potensi menimbulkan efek samping dan merangsang terjadinya gynaecomastia. Sementara itu, estrogen juga memiliki efek menguntungkan pada tulang serta menurunkan kadar HDL. Spermatogenesis terhambat tetapi bukan karena efek estradiol dan testosteron yang semula diduga memilki efek additif.


b.         Pil Kontrasepsi Non Hormonal
1)        Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)
Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi bagi pria dari ekstrak tanaman Gandarusa. salah seorang peneliti dari universitas Airlangga Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti khasiat dari tanaman Gandarusa dan pengaruhnya sebagai kontrasepsi alami bagi pria. Kandungan kimia tanaman gandarusa adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina dan minyak atsiri, bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan.
Tanaman gandarusa  memiliki sifat antispermatozoa, dan saat ini proses penelitian tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs. Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini mirip seperti metode hormonal KB. Yakni menurunkan aktifitas enzim hialuronidase didalam spermatozoa, sehingga sel sperma tidak mampu menembus sel telur. Pada fase pertama penelitiannya, dilibatkan 36 subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek penelitian dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia subur (PUS). Dari hasil uji klinik tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil maksimal. Tidak terjadi kehamilan pada si wanita. Dalam uji coba ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil temuannya kepada sekira 350 pasangan muda subur. Proses uji coba ini masih berjalan dan sebentar lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul dibutuhkan waktu yang sangat lama. Bukan hanya satu atau dua tahun, tetapi membutuhkan waktu puluhan tahun karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Mulai mencari bahan, memproses secara ilmiah yang benar-benar steril, hingga pengujian di masyarakat. Dalam uji coba itu, pasangan muda harus minum kapsul setiap hari sekali selama 30 hari. Serangkaian penelitian panjang selama bertahun-tahun ini memang benar-benar membuktikan ekstrak daun gandarusa sudah terbukti efektif untuk mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski berhubungan dengan pasangan, dengan mengonsumsi pil KB pria ini secara teratur kelahiran bisa dicegah. Bahkan para pria yang merupakan akseptor KB tersebut mengaku makin jantan. Saat ini proses pengembangan itu sudah selesai, sehingga 2012 diperkirakan pil KB pria pertama di dunia ini bisa dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam penelitian didapati penggunaan pil KB khusus pria ini tak akan mengakibatkan menurunnya gairah seks. Bambang mengharapkan tidak ada penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak semestinya. Pria yang mengonsumsinya dijamin tetap bisa melakukan rutinitas pemenuhan kebutuhan batinnya, tanpa takut pasangannya mengalami kehamilan. Jadi tak perlu takut. Hanya saja yang perlu dicatat adalah  jika benar ini sudah diedarkan jangan sampai disalah gunakan.
Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanaman obat. Menurut situs Wikipedia, tanaman gandarusa ini selain memiliki sifat antispermatozoa juga memiliki efek analgetik, antidiuretik. Menurut salah seorang pembudidaya gandarusa, Tini Hartini, Gandarusa ini bisa digunakan sebagai obat anti nyeri ketika keseleo.

2)        Suntikan styrene maleic anhydride (SMA)
Metode non hormonal mempunyai onset yang cepat dan sedikit dipengaruhi oleh fungsi psikologi lainya yang berkaitan dengan fungsi androgen. Sumber potensial alami dari kontrasepsi non-hormonal terutama gossypol, neem dan tripterygium. Obat non hormonal lainnya yang potensial dan reversibel antara lain adalah vaksin dan suntikan styrene maleic anhydride (SMA) yang disuntikan kedalam vas deferen.\
Obat yang berasal dari sumber natural yang telah banyak diuji cobakan sebagai kontrasepsi pria adalah gossypol. Gossypol berasal dari tanaman kapas dan dapat menghambat pergerakan sperma dan pematangan sperma (spermatogenesis). Studi yang dilakukan di China menemukan bahwa gossypol menekan spermatogenesis pada sebagian besar pria, tetapi oligospermia tidak terjadi secara konsisten dan reversible. Gossypol juga dapat menyebabkan turunnya kalium dalam darah (hipokalemia). Neem dan tripterygium juga berasal dari tumbuhan dan keduanya digunakan sebagai kontrasepsi pria. Keduanya menimbulkan efek pada spermatogenesis, yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Neem adalah tanaman asli dari India, dan sudah digunakan untuk percobaan dalam pengobatan. Tripterigium wilfordii (TW) dan tripterigium hypoglaucum (TH) adalah tumbuhan yang berasal dari genus yang sama, dan telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional China. Isolasi bahan aktif dari tripterigium sudah diuji cobakan untuk kontrasepsi pada manusia. Dari beberapa penelitian yang ada, Lopez et al (2005) menyimpulkan bahwa meskipun ada indikasi bahwa obat-obat tersebut memiliki pengaruh terhadap sperma, namun belum cukup bukti untuk menjadikan obat-obat tersebut sebagai obat kontrasepsi dalam program kesehatan masyarakat. Gossypol masih memiliki masalah utama berupa: toksisitas, efikasi yang rendah, dan reversabilitas yang lambat atau tidak sempurna. Penelitian TW dan TH perlu dilanjutkan karena masih sedikitnya bukti-bukti yang nyata tentang pengaruh obat tersebut terhadap sperma.
Metode nonhormonal mempunyai cara kerja yang lebih cepat dan ketergantungan pada peran hormon androgen relatif lebih rendah. Dari review berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi non-hormonal sudah bisa digunakan (Lopez et al, 2005). Namun demikian,  kombinasi hormon progestin dan testosteron lebih menjanjikan dibanding metode obat non-hormonal. Pada umumnya, baik obat hormonal dan non-hormonal efektifitas dan keamanan masih belum diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan uji klinik yang lebih besar. Pendekatan non hormonal mempunyai beberapa keuntungan potensial dibandingkan pendekatan hormonal.

3)        Nifedipine
Adalah jenis obat yang termasuk calcium channel blockers (CCBs). Penelitian menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran kalsium dalam membran sel sperma. Hal itu akan berdampak menghambat kerja sperma tetapi tidak berpengaruh pada produksinya. Seseorang yang mengonsumsi nifedipine jumlah spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.

c.         Ultrasound
Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji apakah gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria. Penelitian ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis diketahui cukup aman menghentikan produksi sperma selama enam bulan. Prinsip kerjanya adalah menembakkan ultrasound  ke testis supaya produksi sperma turun sampai tingkat nol. Angka ini merupakan angka ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk mencari tahu cara mengembalikan kesuburan pria setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada kemungkinan pria ingin memiliki anak lagi.
Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis berhenti memproduksi sperma dan cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi tidak subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat kontrasepsi ini dapat diandalkan selama 6 bulan, dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-hormonal dengan satu kali perawatan. Dr Tsuruta juga menambahkan, metode ultrasound ini sudah umum digunakan sebagai instrumen terapi dalam kedokteran olahraga atau klinik terapi fisik. Maka itu, diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa membahayakan kesuburan.

d.        Implant
1)        Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah Kulit (Hanafi, 2004). Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgetrel yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri silicon dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan dibawah kulit adalah sebanyak 2 kapsul masing masing kapsul panjangnya 44 mm masing masing batang diisi dengan 70mg levonorgetrel, dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui dinding kapsul levonorgetrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi (Prawirohardjo, 2009)

2)        Jenis
a)          Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b)                  Implanon dan Jadena
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
c)          Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerjanya

3)        Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja implant :
a)          Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi
b)          Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
c)          Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa

4)        Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi adalah daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun, pengembalian kesuburan yang cepat pasca pencabutan, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu senggama, tidak mengganggu ASI

5)        Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant adalah:
a)         Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
b)         Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant.
c)         Biaya Lebih mahal.
d)        Sering timbul perubahan pola haid.
e)         Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
f)          Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya.
g)          Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.

6)        Teknik Pemasangan
a)          Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit (intradermal) pada tempat insisi yang telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung
b)          Teruskan penusukan jarum ke lapisan di bawah kulit (subdermal) sepanjang 4 cm, dan suntikkan masing-masing 1 cc pada jalur pemasangan kapsul nomor 1 dan 2
c)          Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi pada kulit
d)         Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel atau ujung bisturi sehingga mencapai lapisan subdermal
e)          Masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan sudut 45° hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar dengan permukaan kulit
f)           Ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka insisi
g)          Keluarkan pendorong
h)          Masukkan kapsul yang pertama ke dalam trokar dengan tangan atau dengan pinset, tadahkan tangan yang lain di bawah kapsul sehingga dapat menangkap kapsul bila jatuh
i)            Masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul ke arah ujung dari trokar sampai terasa adanya tahanan
j)            Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan, dan tarik trocar ke luar sampai mencapai pangkal pendorong
k)          Sambil menahan ujung kapsul di bawah kulit, tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada ujung trokar) terlihat pada luka insisi
l)            Kemudian belokkan arah trokar ke samping dan arahkan ke sisi lain dari kaki segitiga terbalik (imajiner), dorong trokar dan pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi
m)        Cabut pendorong dan masukkan kapsul kedua, kemudian dorong kapsul hingga terasa tahanan pada ujung trocar
n)          Tahan pendorong dan tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul pada tempatnya
o)          Tahan ujung kapsul kedua yang sudah terpasang di bawah kulit, tarik trokar dan pendorong hingga keluar dari luka insisi
p)          Raba kapsul di bawah kulit untuk memastikan kedua kapsul Implan-2 telah terpasang baik pada posisinya
q)          Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada jauh dari luka insisi
7)        Pencabutan Kapsul dengan Teknik Presentasi dan Jepit
a)          Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b)          Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c)          Buat insisi kecil (2 mm) dengan ujung bisturi/skalpel sekitar 3 mm di bawah ujung
d)         Tentukan lokasi kapsul yang termudah untuk dicabut dan dorong pelan-pelan ke arah tempat insisi hingga ujung dapat dipresentasikan melalui luka insisi
e)          Jepit ujung kapsul dengan klem lengkung (mosquito) dan bawa ke arah insisi
f)           Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan menggunakan ujung bisturi atau skalpel hingga ujung kapsul terbebas dari jaringan yang melingkupinya
g)          Pegang ujung kapsul dengan pinset anatomik atau ujung klem, lepaskan klem penjepit sambil menarik kapsul keluar
h)          Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua

8)        Pencabutan kapsul dengan Teknik Finger Pop Out
a)          Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b)          Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c)          Tentukan ujung kapsul yang paling mudah dicabut
d)         Gunakan jari untuk mendorong ujung kranial kapsul ke arah tempat insisi
e)          Pada saat ujung kaudal kapsul menonjol ke luar, lakukan insisi (2-3 mm) di ujung kapsul sehingga ujung kapsul terlihat
f)           Pertahankan posisi tersebut dan bebaskan jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul sehingga kapsul terbebas ke luar
g)          Dorong ujung kranial kapsul tersebut sehingga ujung kaudal muncul keluar (pop out) dan dapat ditarik keluar melalui luka insisi
h)          Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua

9)             Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik
a)         Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)Uji efek anestesi sebelum membuat insisi pada kulitTentukan lokasi insisi pada kulit di antara kapsul 1 dan 2 lebih kurang 3 mm dari ujung kapsul dekat siku
b)        Lakukan insisi vertikal di sekitar 3 mm dari ujung kapsul (setelah ditampilkan dengan melakukan infiltrasi Lidokain 1% pada bagian bawah ujung kapsul)
c)         Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah diidentifikasi menggunakan klem ‘U’ (klem fiksasi) dan pastikan jepitan ini mencakup sebagian besar diameter kapsul
d)        Angkat klem ‘U’ untuk mepresentasikan ujung kapsul dengan baik, kemudian tusukkan ujung klem diseksi pada jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul
e)         Sambil mempertahankan ujung kapsul dengan klem fiksasi, lebarkan luka tusuk dan bersihkan jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul sehingga bagian tersebut dapat dibebaskan dan tampak dengan jelas
f)         Dengan ujung tajam klem diseksi mengarah keatas, dorong jaringan ikat yang membungkus kapsul dengan tepi kedua sisi klem (lengkung atas) sehingga ujung kapsul dapat dijepit dengan klem diseksi
g)        Jepit ujung kapsul sambil melonggarkan jepitan klem fiksasi pada batang kapsul
h)        Tarik keluar ujung kapsul yang dijepit sehingga seluruh batang kapsul dapat dikeluarkan. Letakkan kapsul yang sudah dicabut pada mangkok
Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua
Susuk/implant disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon.Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma. Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun. Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Macam Implant
1)        Non Biodegradable Implan
a)        Norplant (6 kapsul), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 5 tahun.
b)        Norplant-2 (2 batang), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 3 tahun.
c)        Norplant 1 batang, berisi hormon ST – 1435, daya kerja 2 tahun.
d)       Norplant 1 batang,1 batang berisi hormon 3 keto desogestrel, daya kerja 2,5 – 4 tahun.
Saat ini di Indonesia sedang di uji coba IMPLANON, implant 1 batang dengan panjang 4 cm, diamater luar 2 mm, terdiri dari suatu EVA (Ethylene Vinyl Acetate) berisi 60 mg 3 ketodesogestrel yang dikelilingi suatu membran EVA, berdaya kerja 2 – 3 tahun.

2)        Biodegradable
Yang sedang diuji coba saat ini :
a)        Copronor PP
Suatu kapsul polymer berisi hormon levronorgastel dengan daya kerja 18 bulan.
b)        Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolesterol,daya kerja 1 tahun

3)        Yang Paling Sering Dipakai
a)        Norplant
1.          Dipakai sejak tahun 1987
2.          Terdiri dari 6 kapsul silastik (karet silicone) yang berisi dengan hormon levonorgestrel dan uung – ujung kapsul ditutup dengan silastik adhesive
3.          Sangat efektif untuk mencegah kehamilan 5 tahun
4.          Saat ini norplan yang paling banyak dipakai
b)      Implanon
1.          Dipakai sejak tahun 1987
2.          Terdiri dari 2 batang silatik yang padat panjang tiap batang 40 mm, diameter 2,4 mm
3.          Masing – masing batang diisi dengan 68 mg 3 ketodesogastrel di 2 matriks batang
4.          Sangat efektif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun
c)       Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgastrel dengan lama kerja 3 tahun

e.         AKDR
1)        Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya memasukkan perintang ke dalam organ intim wanita sesungguhnya sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Namun produk intrauterine device (IUD) dalam versi lebih modern pertama kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr R. Richter. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Ernst Grafenberg tahun 1920 yang membuat alat kontrasepsi mekanik dari sebuah cincin perak.
Kini IUD dibuat dari plastik dan tembaga. Pada tahun 1996, muncul IUD yang bisa menghasilkan hormon juga. IUD cukup populer sebagai salah satu alat kontrasepsi yang efektif dan penggunaannya jangka panjang. Efek samping seperti radang pangggul dan penyebab perdarahan bercak pervagina sempat dikaitkan dengan penggunaan IUD. Tetapi, sudah banyak perbaikan sejak penemuan ini.
IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahin) yang pertama dikenalkan oleh Righter tahun 1909 terbuat dari logam, sempat populer tahun 1929, karena efek samping berupa infeksi dan mortalitas yang tinggi, penggunaannya sempat terhenti. Penemuan IUD oleh Ishihama dari Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel tahun 1959. Pada saat ini AKDR merupakan salah satu kontrasepsi yang paling popular dan diterima oleh program Keluarga Berencana di setiap negara. Sekitar 60 – 65 juta wanita di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di China. AKDR termasuk salah satu kontrasepsi yang sangat efektif. AKDR mempunyai kemampuan mencegah kehamilan yang dinilai sangat efektif. Selain kemudahan dalam pemasangan juga mudah untuk lepas spontan (ekspulsi). Sebagian besar AKDR dilengkapi dengan tali (ekor) agar mudah mendeteksi. Bahan dasarnya plastik, Jenisnya banyak yaitu AKDR polos (inert IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper bearing IUD), AKDR yang mengandung obat (medicated IUD)

2)        Mekanisme Kerja
a)         Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi radang di endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportsi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma atau ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok
b)          Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pasca coitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya .

3)        Rincian mekanisme kerja AKDR adalah sebagai berikut:
a)         Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan serbukan leukosit yang dapat melarutkan blastokist atau sperma.
b)          Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokist tidak dapat hidup dalam uterus.
c)          Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan serintrt54g adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR yang dapat menghalangi nidasi.
d)         Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopii.
e)          AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma untuk melewati kavum uteri.
f)           Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan seksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah dibuahi.
g)          Dari penelitian-penelitian terakhir, didangka bahwa IUD juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilitas). Ini terbukti dari penelitian di Chili: a. Diambil ovum dari 14 wanita pemakai IUD dan 20 wanita tanpa menggunakanan kontrasepsi. Semua wanita telah melakukan senggama sekitar waktu ovulasi.; b. Ternyata ovum dari wanita akseptor IUD tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda fertilitas maupun perkembangan embrionik normal, sedangkan setengah jumlah ovum pada wanita ynag tidak menggunakan kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda fertilisasi dan perkembangan embrionik normal.; c. Penelitian ini menunjukkan bahwa IUD antara lain bekerja dengan cara mencegah terjadinya fertilisasi.
h)          Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme kationic yang spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carboniyc anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita, dimana Cu menghambat reaksi carboniyc anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan juga mugkin menghambat aktivasi alkali phosphatase.; b. Mengganggu pengambilan estrogen endogeneuse oleh mukosa uterus.; c. Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.; d. Mengganggu metabolisme glikogen.
i)           Untuk IUD yang mengandung hormon progesteron. a. Gangguan proses pematangan proliferatif sekretoir sehingga timbul penekenan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi endometrium tetap berada dalam fase decidual/progestational.; b. Lendir serviks yang menjadi lebih kental/tebal karena pengaruh progestin (Handayani:2010)

4)        Efek Samping
a)          Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi, spoting akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR.
b)          Perubahan siklus menstruasi.
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya siklus haid berubah menjadi 21 hari.
c)          Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih.
d)                 Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.
e)          Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau haid yang lebih banyak.
f)           Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis bacterial yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
g)          Pendarahan Post seksual.
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi benang AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga menimbulkan pendarahan.

5)        Upaya Bidan Dalam Menanggulangi Efek Samping
a)         Jika permasalahan ringan, dianjurkan agar dilakukan konseling.
b)         Jika terjadi terdapat infeksi maupun gejalanya segera dibawa ke rumah sakit terdekat.
c)         Pada efek samping amenore, periksa apakah sedang hamil atau tidak.
d)        Apabila tidak, AKDR tidak dilepas. Memberi konseling dan menyelidiki penyebab amenorea apabila dikehendaki.
e)         Apabila hamil, dijelaskan dan disarankan untuk melepas AKDR apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu.
f)          Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR tidak dilepas.
g)         Apabila klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepas AKDR maka dijelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan.
h)         Untuk penanganan dismenore yaitu memastikan dan menegaskan adanya penyakit radang panggul (PRP) dan penyebab lain dari kekejangan.
i)           Menanggulangi penyebabnya apabila ditemukan.
j)           Apabila tidak ditemukan penyebabnya diberi analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat, AKDR dilepas dan membantu klien menentukan metode kontrasepsi yang lain.

6)        Pada perdarahan hebat yaitu :
a)          Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan bekelanjutan serta perdarahan hebat, melakukan konseling dan pemantauan.
b)          Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari selama 1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan memberikan tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1-3 bulan)
c)          AKDR memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR selama lebih dari 3 bulan dan diketahui menderita anemi (Hb <7g%) dianjurkan untuk melepas AKDR dan membantu memilih metode lain yang sesuai.

7)        Keuntungan
a)          Kontrasepsi ini sangat efektif mencegah kehamilan jangaka penjang yang ampuh, paling tidak 10 tahun.
b)          IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.
c)          Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi lebih nyaman karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
d)         Metode jangka panjang.
e)          Tidak adanya efek samping hormonal
f)           Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu menyusui tidak mengganggu kualitas dan kuantitas ASI
g)          Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
h)          Dapat digunakan sampai menopause
i)            Tidak ada interaksi dengan obat-obat
j)            Membantu mencegah kehamilan ektopik
k)          Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur

8)        Kerugian
Setelah pemasangan, biasanya ibu akan merasakan nyeri dibagian perut dan mengalami pendarahan sedikit. Ini biasanya berjalan selama 3 bulan setelah pemasangan dilakukan. Tetapi jika sudah lewat 3 bulan pendarahan masih terjadi harus segera dilakukan pemeriksaan

9)        Teknik Pemasangan AKDR
Teknik pemasangan AKDR pada saat ini memiliki perbedaan dengan yang terdahulu yaitu pada penggunaan tenaculum, dahulu tenaculum tidak digunakan. Perbedaan lain yaitu pengusapan vagina dan serviks menggunakan cairan antiseptic. Dengan perkembangan teknik diharapkan angka kejadian infeksi pasca pemasangan menjadi lebih sedikit.

10)    AKDR Update
Jenis AKDR terbaru yaitu skyla, memiliki ukuran yang lebih kecil dari AKDR mirena. Mengandung levonorgestrel. Jenis Skyla ini dapat digunakan dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan Mirena dapat digunakan dalam jangka waktu 5 tahun. Skyla dapat digunakan oleh wanita yang belum memiliki anak dan mirena digunakan pada wanita yg sudah memiliki anak.
Jenis AKDR yang lain adalah AKDR progestin dengan dua jenis yaitu prigestase yang mengandung progesterone dan mirena yang mengandung levonorgestrel. Cara kerjanya menutup jalan pertemuan sperma dan sel telur, mengurangi jumlah sperma yang bisa masuk tuba falopi (tempat sel telur), menjadikan selaput lendir rahim tipis dan tidak siap ditempati sel telur, serta meng-inaktifkan sperma.
Kontrasepsi ini sangat efektif dan bisa dipasang selama satu tahun. Keuntungan lainnya adalah tidak berpengaruh terhadap ASI, kesuburan cepat kembali, dapat digunakan bersama dengan obat tuberculosis, epilepsi, dan hormon estrogen untuk wanita perimenopause. Keterbatasannya perlu dilakukan pemeriksaan dalam, harga dan pemasangan relatif mahal, memerlukan tenaga kesehatan khusus, menyebabkan amenore pada penggunaan jangka panjang, menurunkan kadar HDL kolesterol, memicu pertumbuhan mioma dan kanker payudara, serta meningkatkan resiko rangang panggul. Kontraindikasi pengguna AKDR progestin adalah hamil (bisa menyebabkan keguguran), perdarahan per vagina yang belum jelas penyebabnya, keputihan, menderita salah satu penyakit reproduksi, dan menderita kanker.
AKDR progestin bisa dipasang selama siklus haid, 48 jam setelah melahirkan, enam bulan pertama untuk ibu yang menyusui secara eksklusif, serta pasca keguguran jika tidak mengalami infeksi. Kerugian Progestin adalah versi sintetis dari progesteron, yaitu hormon seks wanita, yang memainkan peran penting dalam kehamilan. Progestin adalah salah satu hormon yang digunakan dalam terapi penggantian hormon yang banyak digunakan untuk mengobati gejala-gejala menopause. Akan tetapi, suntikan progestin juga telah dikaitkan dengan kegagalan perawatan kesuburan. Peneliti menemukan risiko baru dalam penelitian terhadap ketiga kelompok wanita tersebut. Semua alat kontrol kelahiran yang digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dan tidak satupun dari peserta mengalami perubahan berat badan dan peningkatan kadar kolesterol atau tekanan darah.

11)    IUD pascaplasenta
Segera pemasangan AKDR (dalam 10 menit dari plasenta lahir) adalah aman bila dibandingkan dengan periode waktu postpartum kemudian dan selang pemasanagan. Segera setelah postpartum pemasangan AKDR menunjukkan tingkat pengeluaran  lebih rendah bila dibandingkan dengan tertunda pemasanagan selama postpartum dengan tingkat lebih tinggi dari jarak pemasanagn. Pemasanagan Segera setelah kelahiran sesar menunjukkan tingkat pelepasa yang rendah daripada langsung pemasangan setelah kelahiran normal. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan risiko komplikasi antara wanita yang memiliki IUD dimasukkan selama periode postpartum, namun beberapa kenaikan tarif pengusiran terjadi dengan pemasangan tertunda postpartum bila dibandingkan pemasanagan segera dan dengan pemasanagan langsung bila dibandingkan dengan pemasanagan dengan jarak. Penempatan Postplacental selama persalinan sesar berkaitan dengan tingkat pengusiran rendah daripada postplacental setelah kelahiran pervagina, tanpa peningkatan angka komplikasi pasca operasi.

3.        Metode Operasi

a.         MOW (Metode Operasi Wanita)
Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat kontrasepsi bagi wanita untuk mencegah kehamilan atau memutus kehamilan. Karena alasan tertentu misalnya adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus menggunakan alat kontrasepsi berupa sterilisasi.


Gambar  1 Histerekopi pada pemasangan IUD
 







Metode sterilisasi ini untuk sebagian wanita merupakan suatu hal yang meresahkan, karena metode ini dalam pelaksanaannya menggunakan sayatan, sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya bahkan cenderung menimbulkan ketakutan.
1)        Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara lain :
a)          Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 10 cm di bagian perut.
b)          Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 1,5 sampai 2 cm di bagian perut.
Namun operasi bedah meskipun tidak menimbulkan rasa sakit tetap saja banyak yang tidak menyukainya dan takut jika harus menjalaninya. Perkembangan teknik dan metode sterilisasi ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga kini telah hadir Metode dan Teknik Sterilisasi Wanita Tanpa Sayatan yaitu Histeroskopi (Hysteroscopy). Dalam pelaksanaan sterilisasi histeroskopi ini sama sekali tidak dilakukan sayatan sama sekali pada perut, pasien juga dapat memilih tanpa pembiusan maupun dengan pembiusan lokal. Tidak seperti teknik lain, setelah pasien menjalani operasi sterilisasi histeroskopi ini pasien  sudah bisa pulang dan juga beraktivitas seperti semula tanpa melaui perawatan inap.
Dengan metode dan teknik sterilisasi histeroskopi ini diharapkan pasien yang menjalaninya dapat merasa lebih nyaman, karena peralatan-peralatan yang digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan bentuk yang sangat kecil. Cara kerja alat ini sangat simpel, jika dilakukan oleh dokter yang ahli maka akan cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi adalah dengan memasukkan alat sebesar 0,3 cm yang dilengkapi kamera mikro kedalam rahim melalui organ vital wanita, dengan bantuan kamera inilah maka dengan tepat dokter dapat menentukan saluran telur.
Angka kejadian komplikasi akibat histeroskopi berkisar antara satu sampai dua per 100 tindakan histeroskopi operatif. Komplikasi tersering histeroskopi antara lain perforasi dinding rahim, namun biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Komplikasi lain meliputi perdarahan, atau masuknya cairan yang digunakan dalam histeroskopi ke dalam aliran darah.
Kadangkala timbul rasa kram dan keluar cairan dari vagina setelah tindakan histeroskopi. Hubungan seksual sebaiknya dihindari selama beberapa hari sampai tidak ada lagi perdarahan yang timbul. Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan lagi dalam satu atau dua hari. Bila dilakukan pemasangan kateter dalam rongga rahim, biasanya kateter tersebut dapat diangkat dalam beberapa hari. Kadangkala diberikan pula obat-obat hormonal untuk beberapa minggu setelah tindakan.
1)        MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita, yakni operasi tanpa sayatan pada perut mulai dikembangkan. Teknik tersebut menggunakan pendekatan histereskopi streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua teknik operasi sterilisasi wanita pada umumnya, yaitu melalui sayatan ± 10 cm pada perut (minilaparatomi) atau menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm pada perut (laparoskopi).
Teknik terbaru telah dikembangkan sejak lama dan terus dimodifikasi sehingga lebih aman dan nyaman. Sekarang, dengan teknologi terkini dan penemuan peralatan-peralatan terbaru yang sangat kecil serta menggunkan bahan dasar terpercaya, teknik tersebut mulai diterima dunia kedokteran dan masyarakat awam. Teknik ini menggunkan alat berupa histereskopi yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mulut rahim.
Histreskopi adalah alat kedokteran yang terdiri atas kamera mikro resolusi tinggi (high definition) dengan diameter 0,3 cm yang disertai dengan working channel. Dengan histerekopi, dokter dapat melihat keadaan di dalam rahim melalui monitor dan melihat secara tepat muara kedua saluran telur. Setelah dokter menentukan saluran telur, alat steril yang sangat kecil dimasukkan melalui working channel secara tepat ke dalam saluran telur dengan bimbingan histereskopi secara tepat. Berbeda dari banyak alat kontrasepsi lainnya, alat mikrosteril ini tidak mengandung hormon sehingga tidak akan mempengaruhi siklus haid alami setiap bulan.
Tindakan tanpa sayatan itu bisa dilakukan baik dengan pembiusan lokal maupun tanpa pembius di ruang praktik, khusus dan tidak memerlukan waktu pemulihan lama. Sebab setelah operasi, pasien dapat langsung pulang dan kembali ke aktivitas semula tanpa harus rawat inap. Histereskopi sterilisasi wanita ini dapat dilakukan secara tepat, cepat dan mudah bila ditangani tenaga kesehatan terlatih di sarana kesehatan lengkap.

b.         MOP (Metode Operasi Pria)
1)        RISUG (Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance) / Penghambatan Sperma Reversibel di Bawah Bimbingan
Metode ini pertamakali ditemukan di India oleh seorang profesor biomedis dari Indian Institute of Technology bernama Sujoy K. Guha. RISUG terdiri dari campuran bubuk stirena maleat anhidrida (SMA) dengan dimetil sulfoksida (DMSO). Gel yang dihasilkan disuntikkan ke vas deferens untuk melapisi dinding vas deferens dan memblokir lorongnya (lumen).
RISUG merupakan salah satu metode kontrasepsi yang bekerja di dalam saluran vas deferens atau saluran yang berfungsi untuk mengalirkan sperma. Salah satu keuntungan dari metode ini adalah karena bersifat sementara, sehingga kesuburan dapat kembali apabila diinginkan. Suntikan ini sangat efektif dan per dosis bisa bertahan hingga 10 tahun. Efek sampingnya juga sedikit dan dosisnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
RISUG disuntikkan melalui metode yang mengekspos vas deferens seperti pada metode vasektomi tanpa pisau bedah. Setelah penerapan anestesi lokal, dokter membuat lubang di kulit skrotum yang sangat kecil sehingga tidak memerlukan jahitan tetapi membuat vas deferens mudah terlihat. Proseurnya dengan menyuntikan bahan sejenis polymer yang berbentuk gel ke dalam saluran vas deferens, sehingga gel tersebut akan melapisi bagian dalam dinding vas deferens. Keseluruhan prosedur biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit.
Gel polymer tersebut nantinya akan membunuh setiap sperma yang melewati saluran vas deferens sehingga mencegah terjadinya kehamilan. Kemudian apabila pria menginginkan kesuburannya kembali baik dalam hitungan bulan ataupun tahun, maka bahan polymer akan dibersihkan dari saluran vas deferens melalui suntikan lain.

2)        Vasektomi
Vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.
Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma laki-laki. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur, yaitu untuk mencegah kehamilan. Vasektomi adalah salah stu metode kontrasepsi mantap yang paling aman dan efektif yang tersedia untuk kaum pria. Di Amerika, vasktomi digunakan oleh sedikitnya 7 % dari semua pasangan suami isteri. Bila dibandingkan dengan jenis operasi urologi terbanyak dan menduduki ranking tertinggi karena kurang lebih 500.000 ribu pria melakukan Vasektomi setiap tahunnya.
Prevalensi penggunaan metode penutupan vasa deferens (Vasektomi) bervariasi antar negara, dari yang terpopuler di Amerika Serikat sampai dengan yang terendah seperti Indonesia (0,5%). Semula, metode penutupan vasa deferens ini bertujuan permanen. Namun demikian, sifat permanen ini justru tidak atraktif bagi beberapa pria, disamping pertimbangan oleh agama tertentu yang tidak memperbolehkan penggunaan teknologi kontrasepsi bersifat permanen. Oleh karena itu, vasektomi perlu dikembangkan lebih lanjut dalam hal efektifitasnya (menurunkan angka kegagalannya) dan sifat reversibilitasnya agar lebih baik.
Namun fakta menunjukan bahwa beberapa pria tidak terrtarik untuk Vasektommi karena takut akan rasa sakit dan kemungkinan timbulnya komplikasi setelah divasektomi. Dalam praktek sehari-hari, salah satu hal yang sering menjadi masalah adalah ketakutan kaum pria terhadap jarum suntik yang digunkan untuk bius local. Ketika prosedur Vasektomi dimulai, pasien akan dibius local (anestesi local) yaitu dilakukan penyuntikan obat (lidocain) kedalam skrotum / zakar sehingga pada saat divasektomi pasien tidak akan merasa sakit. Akan tetapi proses penyuntikan obat ke dalam skrotum inilah yang sering kali dilakukan oleh yang sering dikhawatirkan sebagian kaum pria. Walaupun bagi beberapa hal tersebut bukan merupakan masalah. Namun penelitian penelitian di bidang ini terus dilakukan. Hal tersebut terus dilakukan, sebab teknik anastesi local tanpa jarum pada saat pasien akan melakukan vsektomi terbukti merupakan pendekatan sederhana dan aman yang dapat meningkatkan kepuasan pasien. Upaya ini dilakukan dengan harapan bahwa membatasi penggunaan jarum akan menurunkan rasa ketakutan pria akan Vasektomi. Sebenarnya upaya untuk meningkatkan popularitas Vasektomi telah dilakukan oleh Cina. Pada tahun 1957, Li Shunqiang seorang dokter dari Cina telah berhasil menemukan metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang mampu meminimalkan trauma, rasa nyeri dan kemungkinan terjasinya komplikasi. Sejak saat itu metode ini diadopsi ke Amerika dan sekitar 15 juta pria diamerika telah divasektomi dengan mengguanakan metode Vasektomi Tanpa Pisau. Untuk melihat efektivitas metode VTP telah dilakukan penelitian yang hasilnya menunjukan bahwa metode VTP 10 kali menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi dibandingkan dengan Vasektomi cara Konvensional. Pengenalan terhadap VTP telah sukses mengurangi ketakutan para pria terhadap skapel / pisau bedah. Kesuksesan China dalam mencapai tujuannya ini dibuktikan dengan meningkatkan rasio sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi wanita diprovinsi Sichuan China, yaitu 3 : 1.
Teknik Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian menarik bagi pria bila dibandingkan teknik Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para ahli bedah hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit. Sedangkan untuk menyelesaikan teknik Vasektomi konvensional para ahli bedah umumnya membutuhkan waktu yang lama yaitu 20 - 30 menit. Setelah di Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun konvensional pasien dapat segera kembali bekerja. Namun pada Vasektomi yang konvensional, beberapa pasien masih merasakan rasa tidak nyaman setelah divasektomi. Lebih dari itu penelitian menemukan bahwa 1% dari metode Vasektomi yang konvensional dapat menimbulkan komplikasi, antara lain pendarahan, hematoma dan infeksi. Menurunkan rasa sakit dengan cara baru.
Saat di Amerika telah ditemukan teknik Vasektomi terbaru yang merupakan penyempurnaan dari VTP yaitu vasektomi tanpa Pisau dan tanpa jarum. Teknik Vasektomi tanpa pisau dan jarum ini, selain tidak menggunakan pisau bedah juga tidak menggunakan jarum suntik. Perbedaan antara VTP dengan Vasektomi Tanpa Pisau dan jarum terutama pada teknik anestesinya (pembiusan). Vasektomi tanpa pisau dan jarum menggunakan teknik anastesi yang unik, yaitu dengan menggunakan alat khusus (jet injector) sehingga mengurangi rasa sakit pada saat anastesi / pembiusan dilakukan pada kulit skrotum dan vas deferens.
Pada saat proses pembiusan dilakukan dengan alat jet injector yang bertekanan tinggi, cairan anastesi di semprotkan melalui kulit dan langsung menyebar di vas deferens. Menurut penelitian Marc Goldstein seorang dokter spesialis Urologi dari Amerika, beberapa pasien menggambarkan bahwa pada saat anastesi dengan jet injector dilakukan, mereka hanya meraakan sensasi seperti ditekan penghapus karet dikulit skrotum / zakarnya. Marc mengatakan bahwa teknik anastesi local yang seperti ini dimana rasa sakit berkurang lebih jauh, sangat penting untuk Vasektomi. Karena tidak dapat dipungkiri banyak pria yang takut pada tusukan jarum seperti yang dilakukan pada vasektomi konvensional.
Anastesi tanpa jarum dengan jet injection pada pasien vasektomi merupakan teknik baru local anastesi yang onsetnya (mula kerjanya) lebih cepat. Hal ini menurunkan risiko luka akibat jarum dan membatasi penggunaan syringe (suntikan). Cara ini aman, ekonomis dan secara nyata mengurangi rasa nyeri akibat tindakan anastesi. Keuntungan utama dari teknik ini adalah bahwa cara ini menangani ketakutan pria akan rasa sakit akibat tusukan jarum duntik, sehingga dapat meninggalakan popularitas Vasektomi
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu membelek terlebih dulu (no scalpel vasectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada, dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama-sama bikin buntu pipa penyalur sel benih.
Sekarang dikenal pula teknik dengan menggunakan klip (Vasclip). Dengan klip khusus sebesar butir beras, pipa sel benih dijepit. Ini sudah dipakai di AS sejak tahun 2002, dan disahkan oleh FDA, tetapi hanya berlaku di kalangan AS saja. Setelah dilakukan vasektomi jangan merasa diri langsung steril dan nubruk sana sini, setelah dilakukan tindakan vasektomi tersebut dianjurkan kepada para pria memakai pengaman terlebih dahulu seperti kondom untuk membuang sel benih yang masih tersisa. Mungkin perlu sampai 20-30 kali ejakulasi sebelum air mani betul sudah bersih tidak berisi sel benih lagi. Pelaksanaan tindakan /pembedahan itu sendiri dilakukan melalui serangkaian proses yang terdiri dari konseling pra tindakan, penyaringan medik, pelaksanan tindakan, konseling pasca tindakan dan kontrol pasca tindakan. Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul pasca vasektomi yaitu : haematom, rekanalisasi dan sperma granuloma.
Penelitian terhadap pemotongan jaringan dengan listrik/kauterisasi (cauterizing) pada bagian ujung vas deferens sedang dilakukan, terutama kaitannya dengan efektivitas metode kauterisasi ini pada jangka panjang. Perlu dicatat bahwa dampak pemotongan vas deferens pada spermatogenesis tidak terjadi secara langsung. Untuk mengosongkan spermatozoa dari sistim ejakulasi memerlukan waktu beberapa minggu, atau ejakulasi berkali. Secara praktis klien diberi pemahaman bahwa dibutuhkan paling sedikit 20 kali ejakulasi sebelum benar-benar status azoosperma (cairan mani yang tidak mengandung sperma). Sebagai alternatif klien perlu diperiksa paling sedikit dua (2) kali dan hasilnya telah dinyatakan bebas dari sperma (azoosperma).

4.        Vaksin Kontrasepsi

Upaya mengembangkan vaksin untuk mengendalikan fertilitas telah dilakukan sejak tahun tigapuluhan menggunakan sperma, ovum (telur), dan hormon sebagai antigennya (Delves, Luna, Roitt, 2002). Namun demikian baru pada sepuluh tahun terakhir ini mulai adaindikasi keberhasilan dalam pengembangan vaksin untuk kontrasepsi, yang telah dibuktikan efikasinya pada manusia dan binatang (Jone, 1988). Vaksinasi terhadap hormon pengendali reproduksi sangat menjajikan dimasa depan. Kemungkinan yang paling menjajikan adalah mengatur hormon yang mengendalikan produksi gametes atau mempengaruhi kelangsungan hidup dari telur yang telah dibuahi (fertilized egg). Namun demikian, vaksinasi dapat pula ditujukan untuk menghalang-halangi terjadinya pembuahan (fertilisasi), yaitu dengan jalan merangsang timbulnya antibodi, yang titik tangkapnya terletak pada protein didinding permukaan gametes sehingga sperma tidak dapat menembus dinding telur (lihat Gambar 1). Perlu dicatat bahwa implikasi programatis dan etikan karena cara kerja vaksin yangmenghalang-halangi terjadinya fertilisasi (pembuahan) akan berbeda dengan vaksin yang kerjanya adalah mengganggu keberlangsungan sel telur yang telah dibuahi (fertilizeg egg). Berikut akan disampaikan secara singkat perbedaan kedua cara kerja vaksin tersebut.
a.         Pengendalian Hormon Reproduksi
Baik pada perempuan atau laki-laki, proses gametogenesis dikendalikan oleh hormone “follicel stimulating hormone” (FSH) dan “luteinizing hormone” (LH) (Delves, Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b). Produksi kedua hormon ini oleh glandula pituitaria (pituitary gland) diatur atau diregulasi oleh hormon pelepas gonadotropin yang berasal dari hipotalamus, yaitu “the hypothalamic gonadotropin releasing hormon” (GnRH)atau disebut hormon pelepas-LH atau LH-RH. FSH dan LH juga mengatur proses pembentukan steroid pada gonade (gonadal steroidegenesis) melalui interaksi dengan reseptor FSH dan LH, yaitu FSH-R dan LH-R (Gambar 2). Hormon yang berbeda telah ditemukan dengan target yang berbeda pula antara pria dan perempuan (Gupta dan Koothan, 1990; Thau, 1992).

b.         Pria Sasaran Vaksinasi
Pendekatan pertama vaksinasi terhadap pria adalah berbasis pada peran GnRH. Uji klinis tahap I menunjukkan bahwa vaksin dapat dianggap aman, efektif dan reversibel. Penurunan hormon gonadotropin tidak diikuti adanya efek samping yang menyolok kecuali adanya penurunan libido. Penurunan ini akibat vaksin-pria menurunkan kadar testosteron, sehingga untuk tetap mempertahankan libido tersebut perlu suplementasi testosteron (Mettens dan Monteyne, 2002).
Berbagai macam bentuk vaksin GnRH dengan urutan homologi tinggi telah diekstraksi dari otak beberapa jenis kera. Antibodi yang dirangsang oleh vaksin GnRH memerlukan spesifikasi khusus sesuai molekul GnRH masing-masing, sehingga dicari persamaannya dari berbagai jenis kera tersebut. Vaksin anti fertilitas yang sekarang telah dikembangkan memiliki sasaran GnRH sub-spesies yang spesifik, sehingga reaksi silangnya rendah, termasuk reaksi silangnya dengan molekul yang serupa GnRH atau GnRH isoforms (Ferro,et al, 2001).
 Vaksin pria yang memacu antibodi terhadap GnRH kemungkinan besar dapat digunakan untuk terapi hipertropi prostat dan penyakit kanker pria dan perempuan yang tergantung pada hormon kelamin. Uji klinis fase I sedang dilakukan pada penderita kanker prostate tahap lanjut (dengan metastase) menggunakan vaksin yang memacu GnRH tersebut (Talwar, et al, 1992; Talwar, 1997).
Pendekatan vaksinasi kedua adalah berbasis pada immunisasi terhadap hormon gonadotropin FSH. Pendekatan ini dilakukan karena FSH bersama-sama androgen lainnya mengatur proses pembentukan sperma (spermatogenesis) yang terjadi dalam sel Sertoli sementara LH bekerja di sel Leydig yang mengatur produksi testosteron. Vaksin yang memacu antobodi terhadap FSH hendaknya tidak mengalami reaksi silang dengan LH, karena turunnya kada LH akan diikuti penurunan produksi testosteron. Penurunan kadar testosteron akan diikuti dengan penurunan libido pria. Vaksin yang sedang dikembangkan agar tidak mengalami reaksi silang dengan LH baru tahap percobaan pada kelinci (Mettens dan Monteyne, 2002). Sejak lima tahun terakhir ini, pengembangan vaksin menggunakan FSH yang berasal dari “ovine” telah dicobakan pada pria, dan hasilnya cukup baik karena menurunkan jumlah sperma tanpa terjadi reaksi silang imunitas yang bermakna (Moudgal, Murthy, Kumar et al., 1997).
Dengan penemuan ini imunisasi kontrasepsi terhadap pria terbuka lebar peluangnya sehingga permintaan untuk pengembangan kontrasepsi pria masih ada harapan. Namun demikian, pada saat ini vaksin yang sasarannya melalui auto-antigen pria dengan tanpa efek samping masih jauh dari kenyataan (Delves, Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b; Mettens dan Monteyne, 2002).


c.         Perempuan Sasaran Vaksinasi
Pada perempuan, FSH mengatur produksi sel telur (ova) dan LH merangsang terjadinya ovulasi pada fase folikulogenesis. Sekresi FSH dan LH dikendalikan oleh hormone gonadoliberin dari hipotalamus GnRH/LH-RH. Semua hormon-hormon ini adalah sasaran dari vaksin kontrasepsi. Vaksin berbasis GnRH telah dicobakan pada beberapa model binatang dan hasilnya reversibel (Tast, Love, Clarke, Evans, 2000). Seperti dibahas pada vaksin pria, immunisasi terhadap FSH mungkin akan merangsang reaksi silang terhadap antibodi LH. Disamping itu, besar kemungkinannya bahwa immunisasi terhadap FSH tidak dapat merangsang antibodi dengan kadar yang mencukupi, sehingga tidak dapat menghambat konsepsi secara total. Ferro dan Stimson (1998) meningkatkan spesifisitas vaksin dengan cara memilih beberapa jenis peptida FSH yang dapat berikatan dengan vaksin tetanus (Tetanus Toxoid). Untuk jenis-jenis peptida tertentu dari binatang yang diberikan vaksin tersebut menunjukkan terjadinya gangguan siklus estros akibat terjadinya supresi kadar estradiol. Hormon korionik-gonadotropin (hCG) diproduksi oleh sel tropoblas pada telur yang telah dibuahi dan kerjanya merangsang korpus luteum sehingga melepaskan hormon progesteron. Hormon progesteron ini berfungsi untuk memelihara atau mempertahankan proses kehamilan. Di India, dikembangkan vaksin terdiri dari β -subunit hCG yang dapat mengikat α -subunit-ovine LH dan diikatkan dengan vaksin tetanus toxoid (TT) atau diptheria toxoid (DT) dan telah terbukti dapat mencegah kehamilan. Uji klinik vaksin fase I dan fase II vaksin tersebut sedang berlangsung dan hasilnya cukup menggembirakan (Talwar, 1997). Kesuburan kembali setelah pemberian vaksin ini ternyata dapat dijamin, sehingga bukan vaksin yang menyebabkan infertilitas permanen (Mettens dan Monteyne, 2002).
1)        Menghambat (blocking) Fertilisasi
Pendekatan lain dalam vaksinasi kontrasepsi adalah menghambat (memblokir) terjadinya fertilisasi melalui merangsang timbulnya antibodi yang menghalang-halangi menempelnya sperma pada diding telur (Mettens dan Monteyne, 2002). Target yang dipakai untuk menimbulkan respons immunitas tersebut adalah protein permukaan sperma yang berperan dalam fertilisasi atau ikatannya pada telur (ligand on the ova).

a)          Protein Permukaan Sperma
Secara teoritis, antigen sperma adalah target yang sangat menarik karena sifat spesifik jaringan tersebut dan peranannya dalam fertilitas. Antibodi dengan kadar yang tinggi dan diarahkan pada saluran reproduksi akan menimbulkan infertilitas yang bersifat reversibel. Beberapa antigen sperma sudah pernah diteliti, antara lain: C4-laktat dehidrogenase, PH-20, protein sperma (SP)-10, antigen fertilisasi (FA)-1, FA-2, “cleavage signal” (CS)-1, NZ-1 dan NZ-2, DE, dan 4LP-12. Lebih dari itu, molekul yang terlibat dalam proses pengikatan sperma pada zona pellucida (ZP) mungkin dapat menjadi kandidat vaksin yang menjanjikan, atau menjadi immuno-kontrasepsi yang baik. Perlu pula disampaikan bahwa antigen sperma dapat dijadikan kandidat vaksin bagi perempuan karena terpacunya antibodi melawan sperma didalam liang vagina akan menetralkan kapasitas fertilisasi dari sel gamet pria.

b)          Protein Permukaan Zona Pellucida dari Ova
Pada binatang, vaksin yang diformulasikan (dibuat) dari antigen ZP dapat menekan fertilitas secara efektif. Pada beberapa kasus, dapat terjadi efek samping karena autoimuno-reaksi pada ovarium. Dalam hal ini dapat terlihat secara histologis terjadinya gangguan  (disruption) dari proses folikulogenesis dan menurunnya jumlah bakalan folikel (primordial follicel pool). Baik peptida vaksin dari ZP tunggal atau kelipatan tiga (triple) ZP3 telah diteliti pada telur kera secara invivo dan hasilnya tidak didapatkan kelainan di ovarium secara signifikan. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menyempurnakan pemilihan jenis-jenis peptide ZP yang paling efektif.

2)        Tantangan Pengembangan Vaksin Kontrasepsi
Pada bagian awal telah disampaikan bahwa persoalan pandangan etika dan agama terhadap pengembangan vaksin yang cara kerjanya menghambat fertilisasi dan mengganggu telur yang telah dibuahi sangat berbeda. Pada prinsipnya perbedaan pendapat dalam penggunaan vaksin terletak pada penilaian tentang kapan kehidupan itu dimulai, sehingga persoalan pre-fertilisasi atau post-fertilisasi menjadi bahan debat tersendiri pada kalangan agama atau etnik tertentu. Secara teoritis, pengaturan fertilitas melalui immunokontrasepsi akan mengalami tantangan yang berat apabila dikemudian hari secara selektif terjadi resistensi terhadap jenis tertentu. Magiafoglou dkk (2003) menekankan pentingnya untuk memantau terjadinya resistensi ini dan tidak perlu dilakukan terlalu berdekatan waktu. Hal ini karena menurut beberapa penemuan sampai saat ini sifat menurun itu relatif jarang. Namun karena keterbatasan penelitian tentang immuno-kontrasepsi saat ini, maka perlu dilakukan beberapa hal berikut:
(1) pemahaman tentang dasar genetika sifat retensi fertilitas yang menetap atau tak mengalami variasi, (2) pemetaan proporsi kelompok yang mengalami resiten terhadap immuno-kontrasepsi, (3) selektifitas individu yang bersifat menurun antar generasi tentang resistensi individu terhadap kontrasepsi, (4) pengaruh silang antar generasi yangmenentukan selektifitas individu, dan (5) efisiensi sistim pelayanan (delivery) kontrasepsi di masyarakat. Pemahaman hal-hal tersebut mutlak karena dikemudian hari kemungkinan terdapat berbagai jenis vaksin yang dapat mengalami reaksi silang, termasuk adanya kemungkinan individu menurunkan sifat-sifat immunitas tersebut kepada anak cucunya. Masalah lain dapat timbul apabila mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi yang berbeda antara negara sedang berkembang dan negara maju, terutama berkaitan dengan standar penerimaan teknologi kontrasepsi. Pada saat ini standar penerimaan teknologi kontrasepsi bagi negara maju dapat dikatakan mengacu standard yang sangat ideal (perfect standard), sehingga kegagalan kecilpun tidak dapat diterima (almost perfect efficacy). Sementara itu, teknologi dari negara maju tersebut dipakai dinegara sedang berkembang dengan hasil yang berbeda menyolok dengan negara maju. Secara kuantitatif terjadi perbedaan menyolok antara “efficacy” dan “used-effectiveness” penggunaan teknologi kontrasepsi di Negara sedang berkembang dibanding negara maju. Hal ini karena faktor “kepatuhan”(compliance) yang rendah dan terkait dengan pendidikan serta kesadaran menggunakan teknologi kontrasepsi berbeda secara bermakna. Sementara itu, kontrasepsi dengan vaksinasi kurang dipengaruhi aspek “kepatuhan” tersebut, misalnya pengguna pill dibanding dengan vaksinasi akan lebih tinggi ketergantungannya pada kepatuhan dibanding dengan vaksinasi. Oleh karena itu, pertanyaannya ialah, apakah dalam penerimaan vaksin sebagai alat kontrasepsi akan dipakai standar efikasi yang telah berlaku, atau standard “used effectiveness” yang lebih penting untuk negara sedang berkembang? Masalah lain terkait dengan investasi dan perkembangan industri kontrasepsi yang belum ada terlihat adanya pergeseran dari lingkup hormonal ke vaksin.



BAB III
PENUTUP


Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variebel yang mempengaruhi fertilisasi. (Prawirohardjo, 2006). Kontrasepsi menurut Mochtar, 2004 adalah cara mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan. Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Sedangkan kontrasepsi menurut BKKBN, 2012 adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus mengantisipasi beberapa hambatan dalam penggunaan alat kontrasepsi, sehingga dapat mengurangi efek samping, menambah kenyamanan dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk itu setiap tenaga kesehatan harus mengetahui teknologi-teknologi kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah mengadakan pelatihan-pelatihan CTU di daerah-daerah agar pelatihan ini berdistribusi merata disegala daerah.






DAFTAR PUSTAKA

 

Ananda, Kunsila.2012. Suntikan KB Untuk Pria. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui http://www.merdeka.com/sehat/vasalgel-suntikan-kb-untuk-pria.html


Anawalt BD, Herbst BD, Herbst KL et al. Desogestrel plus testosterona effectively suppresses spermatogenesis but also causes modest weight gain and high density lipo protein suppression. Fertility and Sterility 2000;14:704-714.


Baker HWG. Management of Male infertility. Ballière’s Clinical Endocrinology and Metabolism 2000;14(3):409-422.


Bilian X. Intrauterine Devices. Best Practice & Research Clinical and Gynaecology
2002;16(2):155-168.


Bonanomi M, Lucente G, Silvestrini B. Male fertility: core chemical structure in pharmacological research. Contraception 2002;65:317-320.


Bray JD, Zhang Z,Winneker RC, Lyttle CR. Regulation of gene expression by RA-910, a novel progesterone receptor modulator, in T47D cells. Steroids 2003;68:995-1003.


Ferro VA, Khan MA, Latimer VS, Brown D, Urbanski HF, Stimson WH. Immunoneutralisation of GnRH-I, without cross-reactivity to GnRH-II, in the development of a highly specific antifertility vaccine for clinical and veterinary use. J Reprod Immunol 2001;51:109–29.


Hartanto, hanafi. 2004. ”Keluarga Berencana dan Kontrasepsi”. Jakarta : Muliasari


Park, Alice .  Condoms and vasectomies are so yesterday. Researchers are working on a way to zap sperm to control male fertility. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui  http://healthland.time.com/2012/01/31/sonic-sperm-could-ultrasound-be-the-next-male-contraceptive/#ixzz2fj5avJoY


Prawirihardjo,Sarwono. 2010. “Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo Sarwono


Rizal, Syaiful. 2013. Sonicated Sperm : Could Ultrasound Be The Next Male Contraceptive. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui http://www.shnews.co/detile-23791-ketika-pil-kb-tak-lagi-harus-ditenggak-kaum-hawa.html


Unknown, 2007. Revolution in the Bedroom: German Invents 'Spray-On' Condom to Fit All Sizes. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui http://www.spiegel.de/international/zeitgeist/revolution-in-the-bedroom-german-invents-spray-on-condom-to-fit-all-sizes-a-518492.html




Unknown. 2013.  Unair Kembangkan Pil KB Pria Dari Tanaman Gandarusa Papua. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui http://www.antaranews.com/berita/391071/unair-kembangkan-pil-kb-pria-dari-tanaman-gandarusa-papua


Unknown. 2013. Contraceptive Technology Update, FDA Approves smaller levonorgestrel  intrauterine system, a mini mirena. AHC Media


Unknown. 2013. Upaya bidan dalam menanggulangi efek samping http://biimii0708.wordpress.com/2013/04/09/3/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERENCANAAN TINGKAT PUSKESMAS

MASALAH GIZI DI INDONESIA GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)